Pengurusan PKH Sembunyi Sembunyi
Medan,Wakil Ketua Komisi D DPRD Medan Sahat Maruli Tarigan kepada Wartawan, Minggu (12/08/2018) mengatakan, pogram Presiden Joko Widodo untuk masyarakat kurang mampu ternyata belum meluas ke warga yang membutuhkannya. Seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) da nada juga program keluarga harapan (PKH). Ternyata tidak semua orang tahu ada program ini, kalaupun tahu tapi tidak faham caranya atau kemana melapor dan mengadu.
Politisi Nasdem ini mencontohkan untuk program PKH yang disebut-sebut sebagai pengganti beras miskin ini (raskin) kini diganti dengan voucher berisi saldo Rp 110.000 untuk ditukarkan dengan beras dan gula pasir.
Namun masyarakat pengurusan PKH ini sembunyi-sembunyi, hanya orang tertentu yang dapat. Keluhan ini didapat Maruli setiap melaksanakan reses, ada juga warga datang langsung ke kediamannya khusus menanyakan PKH ini. Sama seperti program KIS dan KIP, karena ini adalah gawean pemerintah pusat, instansi Pemko Medan yang terkait dengan ini kurang meresponnya.
“Kamipun dari DPRD Medan ikut bingung, disebut-sebut, untuk pengurusan KIP dipercayakan kepada seorang anggota DPR RI untuk merekrut sampai pendistribusiannya. Apalagi setelah saya telusuri, ternyata data orang miskin yang dipakai masih data tahun 2015, sudah 2 tahun tidak ada perubahan data , seharusnya direvisi perkembangan ekonomi masyarakat,” ucapnya, Minggu (12/08/2018).
Seharusnya, lanjut Maruli, semua program nasional untuk warga kurang mampu harus tersosialisasi sampai ke tingkat lingkungan, tidak boleh sembunyi-sembunyi. Program ini sangat membantu masyarakat dan juga Pemko Medan, karena dapat mengurangi beban APBD untuk warga kurang mampu. Pemko sudah menganggarkan untuk BPJS PBI bagi warga miskin Rp 75 miliar dan bedah rumah tidak layak huni Rp 25 miliar.
“Untung saja ada program KIS, KIP dan PKH, sehingga pemko bisa konsentrasi untuk program lainnya. Tapi hendaknya pemko jangan berpangku tangan, jangan karena program nasional aparatur pemko diam-diam saja. Seharusnya ikut menyosialisasikan sehingga diketahui orang banyak. Tidak seperti sekarang ini, masyarakat kaget, ada yang bertanya apa itu PKH. Banyak juga yang layak mendapat ternyata tidak direkam dalam data sehingga mereka merasa terdiskriminasi untuk jatah-jatah kaum duafa. Kami berharap, pemko jemput bola, konsultasi ke Kementerian yang menanganinya bersama DPRD, agar yang membutuhkan bisa terakomodir serta tidak ada persepsi negative dan saling menyalahkan,” terangnya.(*)
Tidak ada komentar